Ia menekankan pertumbuhan ekonomi tidak boleh hanya berfokus di wilayah perkotaan, melainkan harus di mulai dari desa. Menurutnya, desa merupakan penopang utama ketahanan pangan dan fondasi ekonomi daerah.
“Kalau ekonomi desa semakin baik, maka dampaknya juga akan baik bagi perkotaan,” ujarnya.
Dalam pelaksanaan program desa dampingan, terdapat sembilan metode intervensi penanggulangan kemiskinan yang melibatkan berbagai sumber pendanaan. Mulai dari CSR, BAZNAS, APBD, hingga APBN yang di salurkan langsung ke pemerintah desa. Peran pemerintah provinsi, lanjut Taj Yasin, lebih pada mengarahkan agar pemanfaatan APBDes benar-benar berdampak bagi masyarakat.
“Saya titip kepada para kepala desa agar ini di kawal. Manfaatkan kepala OPD kami untuk memajukan desa panjenengan semua,” katanya.
Ia juga menyinggung langkah Gubernur Jawa Tengah yang sejak awal masa pemerintahan telah mengumpulkan para kepala desa untuk memberikan sosialisasi dan pengarahan pengelolaan APBDes. Guna mencegah persoalan hukum di kemudian hari.
Saat ini, ratusan desa dampingan di Jawa Tengah telah menunjukkan perbaikan signifikan. Pada 2026, program desa dampingan masih akan di fokuskan di 16 kabupaten. Dengan harapan pada 2027 angka kemiskinan ekstrem dapat kembali ditekan.
Tercatat, tingkat kemiskinan di Jawa Tengah saat ini berada di angka 9,48 persen. Dan di targetkan dapat terus di turunkan hingga menyentuh angka 9 persen.
Terkait intervensi dari pemerintah pusat, Taj Yasin menyebutkan terdapat 1.287 desa yang akan di intervensi oleh Kementerian Sosial. Meski baru sembilan desa di Jawa Tengah yang menjadi pilot project.


