TEGAL, smpantura – Di tengah derasnya budaya populer yang datang silih berganti, Kampung Seni Tegal tetap setia menjaga denyut seni dan budaya lokal.
Melalui pertunjukan Sampak Tegalan, komunitas ini berupaya meneguhkan kembali identitas masyarakat Tegal. Identitas yang kaya akan nilai-nilai tradisi dan kebersahajaan.
Pertunjukan Sampak Tegalan merupakan perpaduan antara drama, musik dan humor khas Tegal. Di dalamnya, penonton tidak hanya menjadi penikmat, tetapi juga bisa ikut berinteraksi langsung dengan pemain.
“Sampak itu artinya interaksi. Jadi antara penonton dan penyaji tidak ada sekat, semua bisa membaur,” ujar Ketua Kampung Seni Tegal, Seful Mu’min. Saat di temui usai membacakan Kolom Tegalan di upacara HUT RSUD Kardinah, Minggu 2 November 2025.
Bahasa yang digunakan pun sepenuhnya bahasa Tegal. Bahkan banyak memunculkan kosakata lama yang kini mulai jarang terdengar, seperti bakuten (sebetulnya), kondong (kamar) dan seminggah (menyingkir).
Melalui cara ini, Kampung Seni ingin mengenalkan kembali kekayaan bahasa daerah kepada generasi muda. Yang mulai asing dengan istilah khas Tegalan.
Musik pengiring Sampak Tegalan terdiri atas saron, kendang blampak, gitar dan senggakan. Menghasilkan irama pesisir yang enerjik namun tetap akrab di telinga masyarakat Tegal.
Lagu-lagu pengiringnya juga menggunakan lirik Tegalan, hasil aransemen dari Komunitas Musik Sastra Warung Tegal (KMSWT) yang dulu didirikan almarhum Nur Ngudiono pada 1996.
Menurut Seful, secara kultur Tegal memang tidak memiliki tradisi kesenian yang di wariskan langsung dari pusat kerajaan seperti daerah Jawa lainnya.


