Gerakan separatis DI/TII Kabupaten Tegal membuat pemerintah membentuk berbagai operasi penumpasan seperti Gerakan Banteng Negara, Gerakan Banteng Raiders dan operasi gabungan antara pasukan SWKS III dan pasukan SWKS IV.
Dalam operasi penumpasan Gerakan Banteng Negara, Panglima Divisi III/GM Kolonel Gatot Subroto menunjuk Letkol Sarbini sebagai Pemimpin Gerakan Banteng Negara. Tujuan pembentukan Gerakan Banteng Negara adalah mencegah anggota DI/TII Tegal menyebarluaskan paham DI/TII di luar wilayah Tegal dan menangkap para tokoh Gerakan DI/TII beserta pemimpinnya sehingga Gerakan DI/TII Tegal dapat berakhir dengan cepat.
Pada perkembangannya, operasi penumpasan GBN belum mampu membuat Gerakan DI/TII berakhir, sehingga TNI memutuskan membentuk operasi penumpasan baru yang disebut dengan Gerakan Banteng Raiders. Dalam usaha untuk memaksimalkan operasi penumpasan, Letkol Ahmad Yani selaku pemimpin Operasi Banteng Raiders memberikan pelatihan kepada dua kompi pasukan sehingga dalam melakukan operasi penumpasan dapat lebih maksimal.
Gerakan DI/TII Kabupaten Tegal berakhir pada tahun 1962, setelah para pemimpin DI/TII seperti Amir Fatah, Syamlawi dan Zaenal Abidin memutuskan untuk menyerahkan diri. Pada 1962, jumlah pasukan DI/TII hanya tinggal lima batalyon saja dengan dipimpin oleh Kastolani, para anggota DI/TII ini memutuskan untuk meletakkan senjata di Losari, Brebes.
Sementara itu, selain Monumen GBN di Lebaksiu, di Kabupaten Tegal juga terdapat Monumen GBN yang berada di bundaran Procot, Kecamatan Slawi berseberangan dengan Tugu Poci.
Monumen GBN yang diresmikan pada 5 Oktober 1976 oleh Jenderal Surono, merupakan salah satu bukti dari perjuangan bangsa Indonesia dalam menumpas pengaruh DI/TII di daerah Tegal, Brebes, dan Pekalongan.


