Bencana bukan sekadar peristiwa alam, melainkan akumulasi dari:
Buruknya tata ruang, lemahnya pengawasan lingkungan, deforestasi yang berjalan tanpa rem, serta pembangunan yang lebih fokus pada kepentingan jangka pendek ketimbang keberlanjutan.
Ini bukan sekadar soal banjir atau tanah longsor, tetapi apa yang dianggap prioritas oleh negara.
Membangun Sistem Tangguh: Dari Infrastruktur hingga Transparansi
Ada tiga pembenahan yang harus dilakukan secara nasional:
1. Infrastruktur Pencegahan yang Konsisten
Kita memerlukan investasi jangka panjang untuk penguatan daerah aliran sungai, rehabilitasi hutan dan mangrove, modernisasi data hidrometeorologi, dan infrastruktur pengendalian banjir yang berbasis risiko, bukan proyek sporadis.
Ini hanya mungkin jika pemerintah pusat menempatkan isu kebencanaan setara dengan pembangunan ekonomi.
2. Tata Ruang yang Konsisten dan Berani
Revisi RTRW yang sering dikompromikan demi investasi harus dihentikan.
Pembangunan yang mengabaikan daya dukung lingkungan akan terus menciptakan kerugian ekonomi jauh lebih besar.
Sebuah riset Bank Dunia menunjukkan bahwa setiap 1 dolar untuk mitigasi bencana akan menghemat 4–7 dolar biaya kerusakan di masa depan. Indonesia harus berada pada jalur itu.
3. Transparansi dan Standar Baru bagi Pemerintah Daerah
Daerah perlu diberi dua hal yaitu dukungan fiskal yang cukup, dan mekanisme penilaian berbasis kinerja mitigasi, bukan hanya respons darurat.
Dengan begitu, ada insentif bagi kepala daerah untuk serius membangun pencegahan.
Meneguhkan Peran Negara
Bencana akan terus datang. Namun yang menentukan masa depan bukan bencananya, melainkan cara negara meresponsnya. Saat masyarakat lokal bahu-membahu, relawan bekerja tanpa pamrih, dan warga saling menyelamatkan, pertanyaannya adalah: apakah negara bergerak secepat dan sekuat rakyatnya?


