Slawi  

Kenapa Tiap Tahun, 4 Makam Kramat Ini Selalu Diziarahi Para Pejabat Tegal

2. Sunan Amangkurat Agung
Sunan Amangkurat 1 bernama lahir Raden Mas Sayyidin, merupakan putra mahkota dari Sultan Agung Hanyakrakusuma, penguasa Kerajaan Mataram Islam, yang lahir pada tahun 1619 dari permaisuri keduanya, Raden Ayu Wetan. Dia adalah cicit dari Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Islam.
Makam raja Jawa Amangkurat I terletak di area Tegal Arum, Pedukuhan Pekuncen Desa Pesarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Dukuh Pekuncen ini berada di sebelah Timur dan berbatasan dengan Desa Lemahduwur di sebelah Barat, Dukuh Kesamben di sebelah Selatan, serta Desa Kebasen, Kecamatan Talang, di sebelah Utara. Jaraknya sekitar 7 km dari Kota Tegal atau sekitar 700 meter dari Jalan Raya Slawi-Tegal.

3. Ki Ageng Hanggawana
Ki Ageng Hanggawana yang nerupakan putra dari Ki Gede Sebayu. Menggantikan ayahnya sebagai Bupati Tegal kedua sejak tahun 1620 hingga 1625. Wafat dan dimakamkan di Kalisoka Makam Ki Ageng Anggawana berada di samping Masjid Kesepuhan Ki Ageng Anggawana.
Pangeran Hanggawana merupakan pelopor pembangunan wilayah Tegal terutama dalam membangun pertanian, mengatur keamanan dan kemakmuran daerah.
Di bidang pertanian, Ki Ageng Hanggawana mengupayakan irigasi dengan membendung Kali Bliruk, Kali Kembang, Kali Jembangan dan Kali Wadas untuk mengairi sawah penduduk. Pangeran Hanggawana mempunyai putera yang bernama Hanggawara diangkat sebagai Bupati Tegal bergelar Ki Tumenggung Hanggawara Secomenggolo atau Raden Tumenggung Reksonegoro I.

4. Pangeran Purbaya
Pangeran Purbaya merupakan putera Sultan Agung dari Kerajaan Mataram dan sebagai menantu Ki Gede Sebayu. Dalam Babad Pagedongan disebutkan bahwa Pangeran Purbaya mempunyai kelangenan berupa “laweyan seta” (makhluk halus) diberi nama Ki Juru Taman. Perjalanan sejarah dimulai, ketika Pangeran Purbaya diperintah oleh ayahnya untuk menangkap Pasingsingan, akhirnya sampai di Dukuh Sumbregah (Slarang Sigeblag) Lebaksiu, Kabupaten Tegal. Bersama dengan Ki Ciptosari dan Wangsayuda mendirikan pondok pesantren yang mengajarkan ilmu bela diri, ilmu anoraga dan ilmu aji jaya kawijayan yang menggunakan mantra. Untuk meningkatkan ilmunya, Pangeran Purbaya berguru kepada Ki Gede sebayu di Karangmangu.