Sementara realisasi belanja daerah per 30 September 2025 mencapai 58,9% atau Rp 14,815 triliun dari target Rp 25,151 triliun. Terdiri atas biaya operasi sebesar 62,72% atau Rp 10,067 triliun, biaya modal sebesar 23,32% atau Rp 465,984 miliar, BTT sebesar 13,11% atau Rp 3,277 miliar, dan biaya transfer 60,46% atau Rp 4,278 triliun.
“Realisasi ini tidak jauh dari dengan rata-rata nasional. Antara realisasi pendapatan dan realisasi belanja kita sudah mendekati. Kalau di beberapa daerah realisasi pendapatan tinggi tapi realisasi belanjanya rendah. Makanya sisa uang kas kita sisa hampir sekitar Rp 600 miliar,” katanya.
Sumarno mengatakan, realisasi pendapatan dan belanja daerah pada 2025 memang mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal itu dikarenakan banyak realokasi anggaran setelah ada Inpres Efisiensi dan penyesuaian visi misi Gubernur terpilih.
Dijelaskan, realisasi pendapatan yang menjadi catatan yang signifikan adalah realisasi pajak daerah utamanya bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Ini di luar kendali karena terkait dengan penjualan kendaraan baru. Situasi ini juga terjadi di hampir semua provinsi, sehingga realisasi pendapatan dari pajak baru 49,79%.
“Untuk mengejar ketidaktercapaian BBNKB, kita sudah mendorong untuk kolaborasi dengan Polda Jateng terkait operasi kepatuhan kendaraan bermotor,” jelasnya.
Dikatakan, terkait dukungan Jawa Tengah terhadap program prioritas pemerintah pusat, antara lain program makan bergizi gratis (MBG) sudah ada 1.308 unit SPPG aktif. Kemudian program 3 juta rumah dari anggaran APBD sudah terealisasi 10.137 unit (57,89%) dari target sebanyak 17.510 unit. Sedangkan dari anggaran non-APBD terealisasi 957 unit (46,23%) dari target sebanyak 2.070 unit.


