Kelima, pembinaan penyelenggaraan Perlindungan Konsumen oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah akan dikoordinasikan oleh BPPK. Meliputi Pengembangan iklim usaha, Edukasi kepada Konsumen dan/atau asosiasi Konsumen, Pengembangan penelitian di bidang Perlindungan Konsumen Pengembangan dan pembinaan asosiasi Konsumen dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Keenam, BPSK yang saat ini menjadi kewenangan pemprov tidak diatur secara spesifik dalam RUU. Namun jika merujuk pada RUU Perlindungan Konsumen, BPSK kemungkinan akan menjadi LPSK sampai dengan adanya Peraturan/Ketentuan lebih lanjut.
“Kantor perwakilan pusat nanti ada di provinsi, lokasinya di tiga wilayah. Sebelumnya, harus dilakukan perlindungan konsumen di masing-masing kabupaten,” katanya.
Guru Besar Fakultas Hukum Undip, Paramita Prananingtyas, mengatakan, perlindungan konsumen ini memang perlu ada dinamika untuk tetap hidup dan diperbaiki.
Apalagi, menurutnya, undang-undang tersebut sudah berumur 25 tahun, di mana saat itu belum ada e-commerce. Padahal e-commerce bergerak dari sisi produksi sampai distribusi yang melibatkan banyak pihak.
“Jangan lupakan juga soal sinkronisasi lintas sektoral, karena selama ini masing-masing sektor ingin mengatur sendiri. Undang-undang yang baru ini juga sudah kompleks. Paling penting adalah sosialisasi kepada pelaku usaha dan kesadaran konsumen,” katanya.
Paramita menambahkan, perlindungan konsumen itu juga tidak lepas dari fair trade, pemahaman itu harus dilakukan lebih luas. Konsumen juga harus diberikan pemahaman atas hak atas keselamatan, informasi, pilihan, dan penyelesaian sengketa yang adil.


