Asal Usul Desa Rajegwesi Tegal, Kisah Kesaktian Pemilik Aji Nyawa Rontek

Setelah PA Martoloyo mengadakan sayembara tersebut banyak daerah datang mengikuti sayembara tersebut. Peserta sayembara berjumlah dua puluh lima orang. Dari peserta tersebut, tidak ada yang mampu menangkap Ki Ageng Petir. Terkecuali kesatria dari Palembang yaitu Putra Prabu Sriwijaya yang bernama RA Tlampar Ranggono. Melalui pertunjuk Ki Ageng Petir di tangkap.

Namun setelah Ki Ageng Petir tertangkap, kesaktiannya tidak ada satupun yang mampu untuk melindungi dan membunuhnya. Kemudian oleh Temenggung Juru !awon, ajudan raja dari Mataram mengusulkan untuk memotong-motong tubuh Ki Ageng Petir menjadi beberapa bagian yang kemudian harus di pisahkan ke beberapa tempat yang mempunyai aliran sungai. Sebelum di makamkan potongan tubuh itu harus di ajang-ajang selama 7 hari lamanya.

Salah satu anggota tubuh Ki Ageng Petir ada yang di buang ke tengah hutan atau Candi Bandotan atau Candi Banditan. Dahulu, Kepala Ki Ageng Petir sendiri dimakamkan ke wilayah Sendang Gayung yang kemudian di pagar menggunakan besi. Setelah kematian Ki Ageng Petir sendiri dipercaya menjadi awal terbentuknya nama Desa Rajegwesi.

BACA JUGA :  Monumen Patung Tahu Aci Slawi Kabupaten Tegal, Ikonik Yang Terlupakan

Raja Mataram Sultan Agung Hanyakrowati bersabda “Heeeh, saputra wayah ku iki wis balik menyang asale”, (Adipati Rajegwesi sudah pulang ke asalnya). Dengan berkembangnya waktu dan zaman masyarakat Sendang Guyang sendiri itu menjadi sebuah dusun yang kemudian dikenal dengan nama Desa Rajegwesi yang berasal dari Kepala Ki Ageng Petir yang terkubur dan dipagar menggunakan besi. Penetapan nama Rajegwesi sendiri kira-kira pada tahun 1672 pada masa PA Martloyo hampir berakhir.

Sejarah Pemerintahan

Setelah itu, Kepala Desa Rajegwesu pada masa tahun 1887, yakni Suwargi Taham. Sejarah Pemerintahan di Desa Rajegwesi 1. Suwargi Taham adalah anak dari seorang petani yang bernama Ki Wangsa dan Ibu Warsiah. Beliau lahir kurang lebih pada abad 18 pada tahun 1841. Pada saat kondisi Desa Rajegwesi sangat memperhatikan, di masa sistem kerajaan. Kehidupannya sama dengan masyarakat lain pada umumnya, dan tidak pernah merasakan pendidikan formal seperti sekarang. Pada usia 11 tahun, ayah Taham meninggal dunia.