Di sisi lain, kinerja ekspor Jawa Tengah juga menunjukkan tren positif. Nilai ekspor nonmigas periode Januari–Oktober 2025 tercatat mencapai US$10,11 miliar atau tumbuh 11,29 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dengan capaian tersebut, Jawa Tengah menempati peringkat ke-11 nasional untuk nilai ekspor.
Negara tujuan utama ekspor Jawa Tengah antara lain Amerika Serikat senilai US$4.780,94 juta, Jepang US$816,16 juta, Tiongkok US$457,71 juta, Belanda US$339,59 juta, dan Korea Selatan US$279,68 juta.
“Pertumbuhan ekonomi 5,37 persen ini menunjukkan Jawa Tengah berpotensi menjadi pusat investasi baru. Karena itu, dukungan dan kolaborasi seluruh pihak, termasuk Ginsi, sangat kami harapkan,” ujarnya.
Untuk mendukung kelancaran ekspor-impor dan peningkatan investasi, Pemprov Jateng terus mendorong pembentukan kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus di berbagai wilayah. Pemerintah daerah juga memprioritaskan percepatan revitalisasi Pelabuhan Tanjung Emas, optimalisasi Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani, serta rencana pembangunan dry port oleh PT KAI.
“Dari sekitar 11 juta kontainer logistik nasional, sekitar 7 juta berasal dari Jawa Tengah. Ini menjadi alasan kuat mengapa dry port sangat dibutuhkan untuk memperkuat sistem logistik dan perekonomian daerah,” jelas Ahmad Luthfi.
Sementara itu, Ketua Umum BPP Ginsi Capt Subandi menegaskan, Ginsi harus mampu memberikan manfaat nyata bagi pelaku usaha importasi serta berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
“Ginsi Jawa Tengah harus berani meluruskan stigma negatif terhadap importir. Peran utama kami adalah menjembatani kepentingan pelaku usaha dengan pemerintah,” ungkapnya. (**)


