Karangan Bunga ke Pohon Hidup, Ucapan yang Lebih Bermakna dan Berkelanjutan

Oleh Rudi Yahya, Pengamat Kebijakan Publik asal Purbalingga

smpantura – Dalam berbagai momentum sosial, seperti peresmian gedung, pelantikan pejabat, pembukaan usaha, hingga ungkapan duka, karangan bunga telah lama menjadi simbol perhatian dan penghormatan. Namun keindahan karangan bunga sejatinya bersifat sementara. Setelah acara usai, rangkaian bunga itu layu dan berakhir sebagai sampah. Bahkan, sering kali meninggalkan residu busa, plastik, dan kawat yang mencemari lingkungan.

Seiring meningkatnya kesadaran ekologis, muncul kebiasaan baru yang menawarkan makna lebih panjang, yakni mengganti karangan bunga dengan pohon hidup atau tanaman hias. Pergeseran ini bukan sekadar soal estetika, melainkan perubahan cara pandang tentang makna memberi dari simbol sesaat menjadi manfaat jangka panjang.

Azas Manfaat: Dari Sekadar Hiasan ke Nilai Kehidupan

Dilihat dari azas manfaat, perbedaan keduanya sangat nyata. Karangan bunga hanya berfungsi sebagai penanda seremoni. Sebaliknya, pohon hidup memberikan kontribusi ekologis yang terus tumbuh: menyerap karbon, menghasilkan oksigen, menurunkan suhu lingkungan, serta membantu menjaga keseimbangan ekosistem.

BACA JUGA :  Mahasiswa Poltek Harber Raih Best Design Poster

Tanaman hias pun tidak kalah bernilai. Ia memperindah ruang, meningkatkan kualitas kesehatan mental, dan menumbuhkan kebiasaan merawat. Artinya, hadiah berupa tanaman tidak berhenti pada penerimaan simbolik, tetapi berlanjut dalam proses perawatan dan tanggung jawab.

Mengurangi Sampah dan Beban Lingkungan

Persoalan sampah karangan bunga semakin relevan di tengah krisis lingkungan dan keterbatasan daya dukung tempat pembuangan akhir. Mengganti karangan bunga dengan pohon hidup berarti mengurangi produksi sampah sejak dari sumbernya. Setiap pohon yang ditanam bukan hanya meniadakan limbah, tetapi juga menambah ruang hijau—terutama penting bagi kawasan perkotaan yang semakin padat.